
Pada hari Kamis, 23 Oktober 2025 sekitar pukul 20.37 WIB, di Desa Sumur Jomblang Bogo, Kecamatan Bojong, Kabupaten Pekalongan, digelar kegiatan sosialisasi rencana pembukaan tambang oleh pihak pengusaha bersama masyarakat setempat. Namun, pertemuan tersebut berakhir tanpa tercapainya kesepakatan setelah warga mengungkap dugaan manipulasi data dalam dokumen perencanaan izin tambang.
Pertemuan yang berlangsung di SD Negeri 03 Sumur Jomblang Bogo tersebut dihadiri oleh perwakilan perusahaan tambang (H. Kharis Effendi), Kepala Desa Sunaryo, tokoh masyarakat Sambo, dan sejumlah warga. Suasana sempat memanas ketika beberapa warga menuding bahwa dokumen dukungan masyarakat yang disajikan oleh pengusaha memuat nama–nama warga yang mengaku tidak pernah memberikan persetujuan atau tanda tangan untuk kegiatan tambang tersebut.
“Saya kaget waktu tahu nama saya ada di daftar warga yang mendukung tambang. Padahal saya tidak pernah tanda tangan apapun,” ungkap satu warga dengan inisial RM. Warga lainnya dengan inisial R menyatakan: “Kalau dari awal datanya saja sudah dipalsukan, bagaimana masyarakat bisa percaya? Ini sudah mencederai proses sosialisasi.”
Kepala Desa Sunaryo, saat dikonfirmasi, membenarkan banyak warga keberatan atas daftar dukungan yang disampaikan. Ia menyatakan akan menelusuri siapa yang bertanggung jawab atas dokumen tersebut. Pihak perusahaan melalui H. Kharis Effendi memilih menolak memberikan keterangan awak media.
Selain dugaan penandatanganan tanpa persetujuan, warga juga mengeluhkan bahwa proses sosialisasi dilakukan dengan terburu-buru, kurang transparan, dan belum disertai dokumen resmi seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dapat dipelajari oleh publik. Tidak adanya pihak independen yang memantau proses sosialisasi juga menjadi sorotan warga.
Akibatnya, pertemuan ditutup tanpa kesepakatan. Mayoritas warga menegaskan akan menolak kegiatan tambang di wilayah mereka hingga ada kejelasan hukum dan pembenahan terhadap data dukungan yang dianggap bermasalah. Warga juga menyatakan akan mengajukan laporan resmi ke aparat penegak hukum terkait dugaan pemalsuan tanda tangan dalam dokumen tersebut, dan bila pemerintah daerah tidak bertindak tegas, mereka siap melakukan aksi protes di tingkat kabupaten.
“Ini bukan sekadar soal tambang, tapi soal kejujuran dan hak masyarakat untuk dilibatkan secara benar. Jangan manipulasi nama kami demi kepentingan bisnis,” tegas salah satu perwakilan warga di akhir pertemuan.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak perusahaan tambang terkait dugaan manipulasi data tersebut. Pemerintah Kabupaten Pekalongan diminta turut turun tangan guna mencegah konflik sosial di wilayah Sumur Jomblang Bogo semakin melebar.
• Berdasarkan studi yuridis, perbuatan manipulasi atau perubahan dokumen maupun data elektronik yang membuatnya seolah-olah data otentik dapat dijerat dengan ketentuan dalam Undang‑Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juncto perubahan melalui UU 19/2016. Contohnya, Pasal 35 UU ITE berbunyi: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.” 
• Ancaman hukuman untuk pelanggaran tersebut: pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp12 miliar. 
• Selain itu, manipulasi dokumen bisa menimbulkan pelanggaran administratif maupun pidana sesuai ketentuan lainnya dalam KUHP ataupun peraturan sektor pertambangan/lingkungan jika terbukti menggunakan data palsu untuk memperoleh izin.
• Warga menuntut transparansi dokumen AMDAL dan persetujuan yang sah — hal ini juga terkait dengan prinsip Keterbukaan Informasi Publik dan partisipasi masyarakat dalam lingkungan hidup yang diatur dalam Undang‑Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kejadian ini menjadi peringatan bahwa dalam kegiatan pertambangan (atau proyek besar apa pun) persetujuan masyarakat, transparansi data, dan kejujuran dalam dokumen administratif bukanlah formalitas belaka — melainkan prasyarat penting agar pembangunan berjalan adil dan akuntabel. Bila aspek-aspek tersebut diabaikan, konflik sosial dan pelanggaran hukum bisa muncul dengan cepat. Red – lutfi

