Batang – Dugaan praktik licik yang dikenal sebagai “bon pinjam” kembali menghantui masyarakat, Aktivis dari jaringan SuaraMasyarakat menyoroti laporan polisi bernomor STPLP/304/VIII/2025/JATENG/RESBTG, terkait dugaan penggelapan 1 (satu) unit mobil Honda Brio berpelat G 1559 WC.
Namun, yang menjadi sorotan bukan sekadar isi laporan, melainkan aroma manipulasi hukum yang mulai tercium menyengat: mobil yang dilaporkan masih berstatus kredit di leasing (finance), alias belum sepenuhnya milik pelapor.
“Kami menduga ada niatan ‘bon pinjam’, yaitu upaya merebut kendaraan yang masih dibayar cicilannya oleh pihak lain, dengan modus laporan polisi. Ini jelas berbahaya jika polisi sampai terjebak dan menjadi alat untuk merampas hak orang lain secara sepihak,” ujar salah satu aktivis SuaraMasyarakat dalam pernyataannya.
“Bon Pinjam” dan Ketidaktahuan atau Pembiaran?
Bon pinjam adalah istilah yang merujuk pada laporan kehilangan/penggelapan terhadap barang yang belum lunas atau belum dimiliki sepenuhnya, dengan tujuan untuk menekan, mengintimidasi, bahkan merebut kembali barang tersebut tanpa proses hukum perdata yang semestinya.
Hal ini bertentangan dengan asas hukum kepemilikan dalam KUHPerdata Pasal 570 dan 584, serta UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, di mana objek jaminan fidusia tidak boleh dialihkan, dijual, apalagi dipolisikan sebagai “hilang” atau “digelapkan” selama masih menjadi milik sah lembaga pembiayaan.
“Kami mengingatkan, jangan sampai Satreskrim Unit I Polres Batang terlena dan memproses laporan yang sarat konflik kepemilikan tanpa melihat status hukum objek. Polisi bukan debt collector, apalagi algojo bagi kepentingan pribadi,” sindir aktivis tersebut dengan nada keras.
Kepolisian Wajib Tegak Lurus, Bukan Membungkuk Pada Tekanan
Dalam Perkapolri No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, disebutkan bahwa penyidik wajib menilai kelengkapan formil dan materil suatu laporan, termasuk status hukum objek perkara. Apakah laporan tersebut pantas diteruskan ke penyidikan, atau seharusnya diselesaikan secara perdata?
Jika benar kendaraan masih terikat fidusia dan belum lunas, maka melaporkan pihak lain atas dugaan penggelapan atas dasar ‘pinjam’ yang tidak bisa dibuktikan tertulis, bisa menjadi tindakan abuse of process atau penyalahgunaan wewenang hukum.
“Kami ingin lihat, apakah Polres Batang bisa menunjukkan integritasnya? Atau justru ikut dalam permainan kotor yang menjadikan laporan polisi sebagai alat merampas?” tambah sumber kami.
Jangan Jadi Kepanjangan Tangan Kepentingan Gelap
Polres Batang kini berada di ujung tanduk: apakah mereka akan tunduk pada tekanan pelapor yang bisa jadi punya agenda tersembunyi, atau memilih tegak lurus pada hukum dan keadilan?
Kami dari SuaraMasyarakat menyerukan agar tidak ada satu pun upaya bon pinjam yang diberi ruang oleh institusi hukum. Ingat, proses hukum bukan alat balas dendam atau siasat untuk menguasai harta orang lain.
Polres Batang, terutama Satreskrim Unit I, harap tidak bermain-main dengan nyawa hukum. Jika benar ada potensi “bon pinjam”, maka seharusnya laporan tersebut dipertimbangkan.
Redbay.